
Mungkin kamu salah satu dari sekian yang menyaksikan kejanggalan saat ratusan ribuan orang melarikan diri dari Lesbos, Pulau Yunani. Diantara mereka ada yang menggunakan kostum lantasnya seperti badut yang dikirim untuk menghibur para pengungsi terutama anak-anak di tempat-tempat titip kumpul sembari senyum dan melawak walau disekitarnya berupa ironi yang tidak bisa dihindarkan.
Badut adalah sosok yang dikenal menyenangkan dan menghibur, serta identik dengan hidung merah bulat yang ikonik. Biasanya kita dapat menjumpai mereka di acara-acara ulang tahun anak dan acara lainnya yang bersifat menggembirakan. Oleh sebab itu, mungkin kita akan terkejut disaat mengetahui fakta bahwa ada sebuah pertunjukan badut yang pernah dipentaskan di tengah-tenagh kondisi perang, seperti pementasan yang diselenggarakan oleh Clowns Without Border.
Organisasi non profit ini dimulai dari penampilan seorang badut profesional asal Catalunya; Jaume Mateu, atau lebih dikenal dengan nama Tortell Poltrona. Tortell tumbuh di masa perang saudara Spanyol (1936-1939), masa kelam dimana rakyat Spanyol harus tunduk di bawah perintah Fransisco Franco. Di masa itu, ia adalah salah satu dari sedikit badut Spanyol yang melakukan pementasan dalam bahasa Catalunya. Ia pun mulai membentuk sirkusnya dan menjadi badut profesional sejak tahun 1974.
Tortell yang juga merupakan pendiri organisasi Circ Cric serta Circus Arts Research Centre. Seperti dikutip dari link terkait, beliau mengaku bahwa ia mencintai pekerjaannya sebagai badut karena dengan menjadi badut, ia dapat merasakan adanya kemurnian di dalam dirinya, seperti kemurnian dan kenaifan yang ada di dalam diri anak kecil.
Clowns Without Border dimulai pada tahun 1993, di Spanyol. Saat itu Tortell bersama grup yang terdiri dari anak-anak, berangkat dan mengadakan sebuah pentas sukarela untuk para pengungsi perang di Kroasia. Setelah pertunjukan tersebut selesai, mereka kembali ke Spanyol dan membentuk sebuah koletif badut sukarela yang berhasil mengadakan dua belas pertunjukan dalam kurun waktu satu tahun.
Kegiatan Clowns Withour Border pun mendapat perhatian dan dukungan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Setelah tahun 1994, Clowns Without Border berhasil berkunjung ke berbagai negara; yaitu Amerika, Swedia, Belgia, Afrika Selatan, Kanada, Irlandia, Jerman, dan Prancis.
Dalam perjalanannya di website Clowns Without Border, Tortell telah melaksanakan lebih dari tiga puluh pementasan. Dalam berbagai pementasan tersebut ia pun belajar banyak hal, “From behind the nose I see many things. I look, when I’m performing, at the people; I look at the fragility and also the good things and the sad things of humanity. In this situation, you see the best and the worst in humans.” (Dari balik sosok berhidung merah ini, saya melihat banyak hal. Disaat melakukan pementasan, saya melihat kerentanan sekaligus hal-hal baik maupun buruk di dalam bidang kemanusiaan. Di situasi seperti itu, anda dapat melihat hal terbaik sekaligus terburuk dalam diri manusia).
Tortell mengatakan bahwa salah satu hal tak terlupakan dalam perjalanannya adalah ketika ia melakukan pementasan di sebuah SMA di Sri Lanka pada tahun 2004. Dalam kejadian tsunami tersebut, hanya 700 dari 1500 siswa yang berhasil selamat. Hari dimana Tortell melaksanakan pementasan merupakan hari pertama masuk sekolah bagi para siswa. Setelah pementasan berakhir, sang direktur SMA tersebut berkata “People have brought mattresses, blankets and medicine, but until now nobody gives us life. You let us laugh and smile and you give us life.” (Orang-orang telah membawakan matras, selimut, dan obat-obatan. Namun hingga sekarang belum ada yang dapat memberikan kehidupan. Kehadiran kalian mampu membuat kami tersenyum dan merasakn kehidupan kembali).
Tidak hanya mendapatkan pengalaman indah, dalam perjalanannya Tortell juga pernah mengalami hal-hal menakutkan. Ia pernah diculik selama 24 jam oleh angkatan bersenjata Kroasia. Saat itu, ia sedang dalam perjalanan untuk melaksakan pentas bagi anak-anak di Bosnia. Disaat ia sedang melintasi pos penjagaan, terdengar suara kokangan senjata api yang datang dari seorang tentara yang menghalangi perjalanan Tortell. Kokangan tersebut bertujuan untuk menghalangi perjalanan Tortell yang hendak ke Bosnia dan memaksanya untuk mengadakan pentas bagi anak-anak di wilayah tersebut.
Hingga saat ini, Clown Without Borders terus aktif mengadakan pementasan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Para anggota Clown Without Borders mampu membuktikan kepada kita bahwa setiap profesi pada dasarnya dapat menjadi sarana manusia untuk berbagi kebaikan, termasuk profesi seorang badut sekalipun. Bagaimana dengan kita? Mampukah kita mencontoh kebaikan hati mereka?
Sumber : United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Clowns Without Border, Circus Arts Research Centre, Clowns Without Border, RT Documentary