Musik adalah salah satu bagian seni yang diwariskan turun temurun hingga setiap daerah mempunyai cara tersendiri dalam menyampaikannya, menjadi sebuah tradisi yang kerap ditemani dengan tarian ataupun tradisi lainnya. Namun perkembangan musik jaman kini yang lebih mengarah kepada hal yang lebih modern, telah membuat musik tradisi bisa dibilang, hampir punah.

Menanggapi hal tersebut, Dewan Kesenian Jakarta bekerjasama dengan Program Studi Jurusan Etnomusikologi – Institut Kesenian Jakarta(IKJ)  bersepakat untuk menghadirkan praktisi musisi yang sudah pakar dalam mengembangkan musik tradisional dari beberapa daerah dalam sebuah diskusi, yaitu program Meja Bundar Musik. Bertepatan tanggal 4 September 2015 kemarin, GOOGS mendapat kesempatan untuk hadir.

Baca :: Pre-event Artikel Meja Bundar 3-4 September 2015

Pembicara yang hadir dalam Meja Bundar kali ini antara lain Rence Alfons (Komponis suling bambu Ambon) dan Trisutji Djuliati Kamal (Komponis kontemporer klasik barat), serta dimoderasi oleh Nyak Ina Raseuki/Ubiet dan Jabatin Bangun(praktisi musik tradisi dan dosen IKJ).

Rence Alfons memulai diskusi dengan bercerita ketika berada di Maluku. Bahwa suling bambu yang dahulu sangat popular,sudah bukanlah menjadi hal yang menarik untuk generasi muda di kampung halamannya. Saat beliau menghadiri gereja, praktisi suling bambu tidak ada yang muda, hanya senior atau tepatnya sepuh. Menurutnya generasi muda saat ini sudah bisa akses musik darimana saja, baik media, internet, dan pergaulan.

Kemudian Rence Alfons pun mulai mencoba untuk membuka pikiran generasi muda dikampung halamannya dengan mendirikan Molucca Bamboowind Orchestra. Dampaknya pun positif dan justru mendapat reaksi lebih. Kini beliau telah mengumpulkan 100 jumlah anggota praktisi suling bambu dengan latar belakang yang beragam. Tidak hanya sekedar mahasiswa tetapi dari yang umur sebelas tahun pun hingga sepuh bahkan dari yang berprofesi sebagai ojek dan polisi aktif ikut bergabung di Molucca Bamboowind Orchestra untuk mendukung pelestarian musik tradisi Suling Bambu di kampung halamannya. Rence alfons memberi tahu salah satu cara untuk melestarikan musik tradisi, yaitu tidak takut untuk memadukan musik popular dan unsur lainnya dengan alat musik tradisi suling bambu Maluku.

Trisutji Djuliati Kamal bercerita tentang latar belakang didikan Jawa yang sangat kental, walau tinggal di lingkungan Melayu di Binjai, Sumatra Utara. Sejak usia sangat belia, beliau sudah menekuni piano klasik di Binjai. Tidak lama kemudian beliau mendapat kesempatan untuk belajar musik diluar negeri mengikuti jejak kedua orang tuanya dahulu.

Belajar tidak hanya satu negara di benua Eropa, beliau mendapat banyak paham baru dari budaya barat hingga kehidupan sehari-harinya. Namun karena didikan budaya Jawa yang sangat kental semasa kecil, maka unsur komposisi Indonesia dipadukan dengan aransemen klasik barat.Trisutji mengakui bahwa mempelajari komposisi barat adalah hal yang membuatnya terbelenggu sehingga beliau berani untuk mencoba kontemporer. Ternyata hal yang dilakukan beliau mendapat respon yang sangat positif.

Tidak lama kemudian setelah menunaikan ibadah naik haji, beliau mendapat inspirasi untuk memasukan struktur tajwid dalam karya-karya komposisinya. Dalam karyanya pun ada yang terinspirasi dari surat Al-fatihah. Dan Trisutji menjawab bahwa dalam menghadapi musik tradisi yang beraneka ragam, interpretasi juga perlu dipikirkan. Menurut pengalaman beliau dalam musik jazz, mengajarkannya untuk radikal supaya mendapatkan komposisi yang harmonis.

Pertanyaan tentang musik tradisi yang dikumpulkan via Twitter oleh netizen ke account @JakArtsCouncil pun ditanggapi oleh Rence Alfons. Bahwa sebagai musisi sebenarnya harus bisa membuka opsi atau jalan dan tidak hanya berakar di satu titik. Musik tradisi tidaklah harus hanya sekedar musik klasik atau yang hanya berpusat di akar saja. Layaknya manusia berkembang, maka musik pun pada umumnya bisa berkembang juga.

Keterbukaan akan hal baru atau unsur lain dalam melestarikan musik tradisi adalah tentunya apa yang kita dapatkan dari kedua cerita para praktisi musik tradisi tersebut berdasarkan pengalaman pribadi mereka baik dari budaya, kehidupan sosial, agama dan lain sebagainya. Dengan pikiran terbuka maka musik tradisi bisa mencangkup ke hal yang lebih meluas dan berkembang.

Picture by : Justin Loing


MTRPHN

Tergerak dengan hal-hal baru ataupun lama sembari mencoba untuk cari tau dan menyimpan hal-hal yang bisa saja terlupakan adalah apa yang memotifasi dirinya untuk menerjang tembok keterbatasan.

Artikel-artikel terkait