Dewasa ini, musik elektronik menyinggahi berbagai sudut tempat, waktu, serta suasana dalam keseharian kita. Bahkan secara tidak langsung, musik elektronik pun telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Walau demikian, musik elektronik seringkali dipandang kurang baik oleh berbagai pihak karena korelasi yang cukup erat dengan dunia malam, obat-obatan terlarang, dan juga minuman keras. Padahal, di sisi lain, musik elektronik merupakan medium bagi para komponis muda untuk berkarya berbagai macam medium. Maka, untuk mewadahi pengungkapan karya para komponis muda, Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyelenggarakan Pekan Komponis Indonesia 2016 bertema Musik Eksperimental Elektronik. Program ini juga merupakan upaya pencarian musik atau bunyi baru yang menunjukan perkembangan musik elektronik saat ini.

Pekan Komponis Indonesia 2016: Musik Eksperimental Elektronik yang diselenggarakan pada tanggal 3-5 Oktober 2016 terdiri dari beberapa jenis kegiatan, yaitu: konser musik panggung eksperimental elektronik, pameran organology, masterclass, dan diskusi Meja Bundar Musik. Dalam rangka mempersiapkan kegiatan konser musik panggung eksperimental elektronik, pada bulan Juli hingga Agustus lalu, Komite Musik DKJ membuka kesempatan bagi komponis muda untuk menjadi bagian dari program ini. Dari sekitar 60 karya musik elektronik, dan 52 calon peserta yang mendaftar, akhirnya terpilih enam komponis muda yang tampil dalam konser musik panggung eksperimental elektronik. Mereka adalah Dylan Amirio (Jakarta), Fahmi Mursyid (Bandung), Harry Haryono (Sukabumi), Hery Budiawan (Jakarta), Muhammad Fadhil Wafy (Malang), dan Patrick Gunawan Hartono (London).

Saya pun berkesempatan untuk menonton konser musik panggung eksperimental elektronik yang dilaksanakan pada hari Senin, 3 Oktober lalu. Rasa antusias campur gugup yang amat kental pun menyeruak hadir saat saya mulai memasuki gedung teater Taman Ismail Marzuki. Di bagian lobby teater terlihat beberapa karya pameran organologi beberapa komponis muda terpilih. Sebelum memasuki ruangan Teater Kecil, saya pun menyempatkan diri untuk melihat-lihat.

Walau malam itu hujan rintik-rintik, hampir seluruh kursi teater dipenuhi oleh para pengunjung. Beberapa menit setelah saya menduduki kursi di bagian balkon teater, acara pun dimulai. Penampilan pertama dibawakan oleh Fahmi Mursyid yang berasal dari Bandung. Penampilan Fahmi mampu menghadirkan suasana santai dan hangat, seakan-akan para penonton sedang berada di tepi pantai, “Saya mencoba menggabungkan unsur musik modern dari beat-beat hip hop, unsur ambient, soundscape, concrete musik, serta beberapa alat musik tradisional seperti seruling, mini gamelan, dan juga kalimba. Saya ingin mengubah pandangan banyak orang yang masih menganggap bahwa musik tradisional adalah musik kuno; dengan cara menggabungkannya dengan musik elektronik.”

Konser pun dilanjutkan dengan penampilan dari Hery Budiawan. Musik yang dibawakan oleh Hery Budiawan menyulap seisi teater dengan berbagai bunyi-bunyian unik nan mistik yang diperdengarkan. Dalam karyanya, Hery Budiawan mengangkat tema bencana alam, “Bencana alam tidak semata-mata terjadi karena Tuhan, tetapi karena campur tangan manusia juga. Hal yang terpenting adalah, manusia pada akhirnya akan kembali kepada Yang Maha Kuasa. Begitu juga dalam karya ini, semua akan kembali kepada bunyi, semua akan kembali kepada akustik.”

Selanjutnya merupakan giliran Harry Haryono untuk tampil. Sebelum Harry mulai memperdengarkan musiknya, tampak kehadiran seorang pria yang berjalan agak bungkuk ke atas panggung, sambil membawa standing partitur. Awalnya, saya mengira bahwa pria tersebut hanyalah salah satu kru panggung biasa. Namun ternyata, adegan membawa standing partitur tersebut merupakan adegan awal dari penampilan Harry. Sebagian besar penonton yang pada awalnya kebingungan dengan penampilan tersebut, lama-kelamaan tercengang dan juga tertawa melihat gesture-gesture unik yang dibawakan oleh Harry dan Asep (partner Harry) di atas panggung. “Dalam karya ini saya menggunakan dua buah remote yang biasanya dipakai untuk bermain game, lalu keduanya dikonfigurasi menjadi perintah midi yang diterima oleh laptop. Dari laptop tersebut, perintah tersebut diterima oleh aplikasi yang terdapat di iPad. Jadi, otak penampilan ini terdapat di iPad. Konsep karya ini adalah suara manusia yang di elektronisasi. Secara musikal, saya tidak ingin dijajah oleh aturan-aturan masa lalu. Saya berharap karya-karya saya dapat diterima oleh masyarakat, menawarkan sesuatu yang baru, mengedukasi, serta meng-entertain banyak orang.”, ucap Harry Haryono.

Akhirnya, konser musik panggung eksperimental elektronik pun usai, dan saya merasa bangga campur senang. Musik elektronik yang tadinya hanya saya batasi sebagai musik diskotik dan pesta malam, kini memiliki makna yang jauh lebih luas di mata saya. Ada banyak sekali unsur-unsur musik elektronik yang dapat diamati dan dipelajari lebih lanjut, dan sebagian dari unsur tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia.


A.Astari

Seorang ilustrator yang mencoba untuk mengisi kekosongan di antara gagasan dan kata-kata dengan membuat ilustrasi, dimana ketiganya memiliki porsi yang sama-sama penting.

Artikel-artikel terkait