Wregas Bhanuteja adalah seorang pemuda kelahiran 1992 yang telah mengantongi berbagai penghargaan di dunia perfilman. Lima film pendek buatannya yang telah mendapatkan apresiasi sangat baik dari berbagai pihak, baik nasional maupun internasional. Di antaranya adalah film “Senyawa” yang mendapatkan penghargaan Best Short Film di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2012, film “Lembusura” yang mendapatkan penghargaan Best Short Film di Berlin International Film Festival 2015, film “Floating Chopin” yang mendapatkan penghargaan di Hongkong International Film Festival 2016, film “Lemantun” yang berhasil mendapatkan tiga penghargaan sekaligus di XXI Short Film Festival 2016, yaitu sebagai Film Pendek Fiksi terbaik, Film Pendek Fiksi Pilihan IMPAS, dan Film Pendek Favorit. Selain itu, film “Lemantun” juga sukses meraih posisi sebagai salah satu dari lima film terbaik Asia Micro Film Begonia Award di Linzhang, China pada tahun 2015. Film “Prenjak”, yang merupakan film terbaru Wregas baru-baru ini pun mendapatkan penghargaan sebagai Film Pendek Terbaik di Cannes Film Festival 2016.

Pada tanggal 28 Mei lalu, saya berkesempatan untuk menghadiri acara Sinema Sabtu di FTV IKJ. Tema acara Sinema Sabtu pada hari itu adalah “Focus on Wregas Bhanuteja”. Saya sangat beruntung masih mendapatkan seatuntuk acara tersebut, mengingat antrian pengunjung pada hari itu sangatlah panjang diluar dugaan. Sebagian besar pengunjung yang tidak berhasil mendapatkan tempat duduk untuk acara pukul 14.00 akhirnya terpaksa menunggu untuk acara gelombang kedua, yaitu pukul 16.00.

Setelah memasuki ruangan, panitia acara pun mulai memutarkan lima film Wregas yang telah disebutkan di atas; yaitu Senyawa, Lembusura, Floating Chopin, Lemantun, dan Prenjak. Kelimanya mendapatkan tepuk tangan meriah dari para penonton, terutama pada film “Prenjak”. Sesaat sebelum film diputar, terdengar bisik-bisik penonton, “Nah, ini nih yang ditunggu-tunggu”. Kemudian setelah film ”Prenjak” selesai diputar, Wregas pun memasuki ruangan untuk mengikuti diskusi bersama para penonton.

Rasanya seperti pulang ke rumah.”, demikianlah kalimat pertama yang Wregas ucapkan sesaat sebelum diskusi dimulai. Wregas yang merupakan alumni FTV IKJ tersebut mengaku sudah giat membuat film pendek sejak masa SMA nya, disaat ia masih berdomisili di Yogyakarta. Hingga saat ini, Wregas telah membuat sekitar dua puluh lima film pendek, dimana hampir semuanya merupakan tugas kuliah, dan salah satunya adalah film “Lemantun” yang merupakan tugas akhir Wregas di IKJ.

Diskusi pada sore hari itu berjalan dengan sangat baik. Penonton melemparkan berbagai pertanyaan kepada Wregas, dan Wregas pun menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan kalimat-kalimat penuh inspirasi. Pada sore itu ikut hadir pula beberapa orang lainnya yang ikut berperan dalam pembuatan film “Prenjak”. Mereka adalah Ersya Ruswandono (director of photography), Yohanes Budyambara (aktor), Rosa Winenggar (aktris), dan Henrikus (asisten sutradara). Hampir semuanya merupakan teman masa kecil Wregas, dan hal tersebut membuat proses syuting yang mereka jalani terasa santai dan menyenangkan.

Proses syuting film “Prenjak” dapat dibilang cukup singkat. Wregas dan teman-temannya hanya menghabiskan dua hari untuk syuting, dimana keduanya selesai pada pukul 20.00 malam, dan hanya memakai satu kamera, beserta dua jenis lensa. Pencahayaan yang digunakan pada film tersebut pun sangatlah sederhana, yaitu cahaya matahari alami, atau window lighting. Kemudian Wregas menghabiskan waktu satu minggu untuk proses editing film. Di tengah-tengah proses editing, Wregas membuka website Cannes dan melihat bahwa tenggat waktu submisi untuk kompetisi film pada saat itu tinggal dua hari lagi. Akhirnya, ia dan teman-teman lainnya berusaha mengejar tenggat waktu tersebut, dan berhasil mengirimkan submisi ke panitia Cannes Film Festival 2016 tepat waktu.

Satu bulan setelah mengirimkan karya, Wregas mendapat kabar bahwa film “Prenjak” berhasil lolos ke Cannes. Hal pertama yang Wregas lakukan saat itu adalah mengirimkan proposal kepada Kemendikbud, dan Kemendikbud pun menyediakan dana perjalanan ke Prancis untuk tiga orang. Sisa biaya perjalanan dua orang lagi ditanggung oleh pihak XXI. Dapat dikatakan bahwa dukungan yang diberikan oleh pihak pemerintah cukup positif, walaupun ada beberapa konten film “Prenjak” yang termasuk ke dalam kategori eksplisit. Selama perjalanan di Cannes, Wregas dan teman-teman lainnya didampingi oleh beberapa pihak Kemendikbud. Tim film “Prenjak” juga diundang untuk mengikuti acara syukuran bersama Bapak Annies Baswedan pada hari Minggu, 29 Mei lalu.

Film “Prenjak” juga mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari para penonton di Cannes. Mereka terlihat tertawa serta terkejut disaat menonton bagian eksplisit dari film tersebut. Bahkan, setelah pemutaran film selesai. Yohanes Budyambara atau akrab dipanggil Yodi, secara tak terduga didatangi oleh beberapa wanita yang menonton film “Prenjak”. Mereka memuji peran Yodi, terutama dalam bagian eksplisit tersebut. Pada saat itu, Yodi pun hanya bisa tertawa sambil kebingungan.

Selama proses screening di Cannes, Wregas mengaku merasa kurang percaya diri karena menurutnya film-film pendek lainnya di Cannes amatlah menakjubkan. Setelah pemutaran film selesai, akhirnya para juri mengumumkan bahwa film “Prenjak” berhasil memenangkan gelar Film Pendek terbaik. Ia bahkan tidak percaya disaat mendengar pengumuman tersebut, hingga akhirnya poster film mereka ditampilkan di layar Cannes. Para juri berkata bahwa film “Prenjak” memiliki nilai puitis yang sangat tinggi, dan menggunakan metafora-metafora yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Awalnya, para juri tertawa terbahak-bahak disaat menonton bagian awal film, hingga akhirnya mereka menangis terharu di bagian ending, dan memutuskan bahwa “Prenjak” lah yang layak menjadi pemenang.

Film “Prenjak” memang memiliki konsep cerita yang sangat kuat. Semuanya berawal dari cerita teman masa kecil Wregas, yang mengaku pernah melihat penjual wedang ronde di Alun-Alun Yogyakarta yang ternyata menyambi profesi sebagai ciblek(cilik-cilik betah melek). Pada saat itu, hanya dengan merogoh kocek sebesar seribu rupiah, teman Wregas akan mendapatkan sebatang korek api yang dapat digunakan untuk melihat selangkangan sang ciblek dari bawah kolong meja di malam hari. Wregas yang penasaran dengan profesi ciblek tersebut mencari-cari kembali sang penjual wedang ronde bersama teman masa kecilnya. Sayangnya, hasil pencarian mereka nihil.

Wregas terus berfantasi dan berimajinasi mengenai profesi ciblek tersebut selama kurang lebih satu setengah tahun, dan akhirnya berkesempatan untuk merealisasikan ide tersebut kedalam bentuk film pada bulan Februari lalu. Wregas mengaku sempat kesulitan disaat harus mencari double body (pemeran pengganti) adegan eksplisit film tersebut. Ia sempat melakukan pencarian berkali-kali ke daerah Pasar Kembang, Yogyakarta, namun tidak ada satupun orang yang berani mengisi posisi tersebut. Akhirnya ia kembali ke Jakarta dan mendapatkan bantuan dari seorang model fotografi kenalannya, dengan syarat; syuting harus dilakukan di kontrakan sang model, dan nama model tidak akan dicantumkan di kredit film.

“Ciblek” ternyata juga merupakan nama spesies burung. Wregas kemudian menggantikan nama tersebut dengan nama burung lainnya, yaitu “Prenjak”. Burung Prenjak dikenal memiliki kebiasaan berkicau disaat ada tamu yang akan datang. “Mungkin tamu yang dimaksud adalah Cannes.”, canda Wregas yang disambut dengan tawa dari para penonton. Judul versi bahasa Inggris film, yaitu “In the Year of Monkey” dipilih karena hampir semua tim pembuat film lahir di tahun 1992, dan memiliki shio monyet. Tahun 2016 juga merupakan tahun dengan shio monyet, sehingga Wregas berharap ini adalah tahun miliknya dan teman-temannya.

Wregas mengaku tidak keberatan apabila filmnya tidak dapat ditayangkan di negeri ini secara bebas, karena setiap tempat memang memiliki aturannya sendiri. Wregas juga percaya bahwa setiap film akan menemukan penontonnya masing-masing.

Setelah berhasil membuat lima film pendek yang mendapatkan apresiasi luar biasa dari publik, Wregas dan teman-teman pun terpikirkan untuk mulai membuat film panjang. Pada bulan Desember nanti, Wregas berkesempatan untuk mengikuti lokakarya pembuatan film panjang di Paris, Prancis. Ia mengaku tidak memiliki ketertarikan untuk menembus pasar Holywood, melainkan ia ingin terus berkarya di bidang art cinema dan menjadikan negara-negara Eropa sebagai pasar utamanya.

Sumber foto : OWJ


A.Astari

Seorang ilustrator yang mencoba untuk mengisi kekosongan di antara gagasan dan kata-kata dengan membuat ilustrasi, dimana ketiganya memiliki porsi yang sama-sama penting.

Artikel-artikel terkait