
Komunitas, sebuah kelompok atau perkumpulan orang yang meminati bidang dan atau interest yang sama. Dan ini juga yang menjadi landasan komunitas Agritektur dibuat. Meskipun kelima pendirinya berasal dari keilmuan yang berbeda, antara lain Ronaldiaz Hartantyo, Adi Reza Nugroho, Robbi Zidna Ilman (Arsitektur ITB), Annisa Wibi (Ekonomi Unpad), dan Dwi Arisandi (Pertanian Unpad). Namun karena memiliki visi misi yang sama, yaitu ingin meningkatkan dunia agrikultur lokal dan ingin menghidupkan kembali bisnis agrikultur di masyarakat. Maka terbentuklah komunitas ini.
Berangkat dari paradigma negatif masyarakat, yang saat ini menganggap kalau pangan lokal kualitasnya tidak lebih baik dari pangan import. Kelima pendiri ini mencoba berbagai cara untuk mengubah ‘mindset’ tersebut. Beberapa cara yang mereka lakukan, antara lain membuka pasar untuk para petani namun dengan konsep yang unik. Selain itu, mereka juga membuka perjalanan wisata ke kebun-kebun petani (Camp on Farm). Selain untuk mengubah mindset masyarakat, hal ini juga dilakukan untuk meningkatkan keintiman antara petani dan masyarakat luas. Dan, nampaknya sudah mulai berhasil.
Satu hal yang mendasari mengapa masyakarat masih banyak yang memakai produk impor adalah karena buruknya kualitas yang dimiliki oleh produsen lokal. Selain itu, tingginya kebutuhan pasar membuat pemerintah mau tidak mau dan suka tidak suka harus memperbolehkan produk impor masuk ke Indonesia. Hal inilah yang membuat mindset negatif terus menjalar hingga ke generasi berikutnya.
Dengan hadirnya para mojang dan jajaka Bandung ini, maka sedikit banyak akan menghilangkan mindset negatif tersebut. Paparapa, pasar para petani agrikultur. Yap inilah salah satu tujuan para anggota Agritektur agar komoditi pangan lokal dicintai negaranya sendiri, yaitu Indonesia. Hampir 3 tahun komunitas ini berjalan, para anggotanya sudah meraba beberapa perubahan yang terjadi . Semisal, beberapa petani terdekat yang mulai dikenal masyarakat. Atau masyarakat yang mulai peduli terhadap bahan dasar pangannya sehari-hari. Beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Jogja saat ini sudah mulai mengerti betapa pentingnya gaya hidup sehat. Yup, gaya hidup sehat yang dimulai dari bahan pangan yang sehat juga.
Kami kebetulan interview via email dengan salah satu anggota Agritektur berlaku Managing Director, Rendy Ega Pradhana. Yuk disimak.
Indonesia mengalami kendala mengenai produk dalam negeri yang kalah saing dengan luar negeri. Menurut-mu di produksi pangan bagaimana?Kenapa bisa terjadi?
Sebenarnya, tidak semua komoditi kita kalah saing dengan produk asing, ada beberapa komiditi pangan kita yang diakui unggul di tingkat dunia seperti teh dan kopi. Akan tetapi, kalau dilihat dari sebagain besar komoditi pangan rumah tangga, semisal tomat, kentang dll, dari sisi kualitas memang kalah saing. Penyebabnya? Itu harus ditelusuri sejak era kepemimpinan soeharto. Di era presiden Soeharto, kebutuhan pangan kita digenjot untuk mencapai kata “swasembada”, yang artinya saat itu kebijakan kita sangat mengarah kepada peningkatan kuantitas dibanding kualitas. Beberapa daerah lahan pertanian, berlomba-lomba menghasilkan sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya komoditi unggul yang menjadi konsumsi vital masyarakat dengan cara-cara yang tidak lazim seperti penggunaan pestisida yang berlebihan, kawin silang benih-benih komoditi dengan benih asing yang belum tentu unggul memang meningkatkan kecepatan panen namun secara perlahan merusak kualitas benih Indonesia. Akibatnya kualitas tanah, dan benih ditambah iklim yang kian tak menentu, menurunkan kualitas panen petani dari tahun ke tahun. Lebih jauh, masalah menurunya kuantitas produksi pangan diakibatkan oleh konversi lahan tani dan berkurangnya jumlah dan regenerasi petani tiap tahun. Dan ini bukan soal masalah ekonomis yang membuat petani beralih profesi, tapi juga “Mindset” negatif yang terus ditanamkan oleh kaum petani kita kepada generasi selanjutnya.
Strategi apa saja yang Agritektur lakukan untuk meningkatkan kewaspadaan pangan lokal? Apakah berhasil?
Ada dua buah “cara” yang selalu kita gunakan sejak awal untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap agrikultur lokal, Pertama, kami mengubah image “Agrikultur” menjadi sebuah image pop dan menarik bagi masyarakat kota, tindakan kongkritnya, seperti membuka pasar petani yang keren, membuka perjalanan wisata ke kebun-kebun petani yang mampu memberikan pengalaman ke konsumenya, serta mendesain ulang beberapa produk pertanian khas petani yang menjadi mitra kita. Cara kedua adalah dengan mendekatkan konsumen dan produsen secara langsung, mempertemukan mereka dan meningkatkan keintiman antara produsen agrikultur lokal dengan kota besar terdekatnya.
Cara terakhir adalah dengan membangun model bisnis yang saling menguntungkan di dunia agrikultur. Ini penting, karena salah satu masalah yang menjadi konsen adalah pemerataan kesejahteraan di seluruh shareholder yang terlibat dalam bisnis agrikultur (tidak timpang sebelah) Bicara soal berhasil, jelas kami belum bisa menjawabnya karena penilaian utama diserahkan kepada publik. Akan tetapi sejauh ini, beberapa petani terdekat kita mulai dikenal oleh masyarakat di kota sekitarnya.
Bagaimana antusias masyarakat akan Paparapa?
Kami cukup beruntung di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Jogja kepedulian mereka terhadap asal muasal makanan mereka mulai terbangun seiring berkembangnya gaya hidup sehat di kota-kota tersebut. Tren konsumsi masyarakat pun mulai bergerak (walau hanya kelas menengah ke atas yang melakukan) ke konsumsi yang memperhatikan bahan pangan makananya. Kehadiran Parappa, sebagai pasar yang mempedulikan asal muasal makanan, mudah di apresiasi positif untuk beberapa kaalangan di kota-kota tersebut.
Ada rencana apakah kedepannya untuk Agritektur?
Membangun Pasar yang lebih permanen di setiap kota (Parappa), serta memperluas pasar konsumen untuk layanan wisata kebun kami (Camp on Farm) merupakan program jangka pendeknya. Kami juga akan membuka sistem berlangganan untuk beberapa komoditi di suatu kota.
Apakah ada pesan kesan untuk para pembaca?
“Think Globally, Eat Locally” kami mengajak seluruh masyarakat untuk mau bergerak untuk mengenal sektor agrikultur kita. Kita punya potensi kuat disitu, dan kita harus mengabaikan nasib profesi di bidang itu, dukungan kita walaupun tampak mudah, namun berarti penting untuk kelangsungan estafet profesi agrikultur Indonesia.
Semangat terus ya Agritektur, semoga semakin banyak lagi masyarakat, khususnya pemuda yang peduli akan komoditi pangan lokal. Apabila kamu ingin mengenal lebih jauh tentang mereka , silahkan cek link yang sudah disediakan disini.