Suatu tempat dimanapun atau apapun itu pasti memiliki nilai sejarah tersendiri namun bisa terlupakan begitu saja karena waktu. Dan kearifan lokal itu pun lama-lama bisa menghilang tersapu dengan tempat lain yang lebih menarik sesuai jaman. Atas dasar hal ini, maka komunitas asal Bengawan Solo bernama Lakulampah, mulai mengadakan acara dan kegiatan jalan-jalan untuk melestarikan sejarah dan budaya mulai dari kotanya sendiri.

Semenjak tahun 2012, Lakulampah sudah menjalankan riset dan berkelana diberbagai tempat di Solo dan terus aktif untuk melakukan kegiatan tanpa agenda lain kecuali memperkenalkan kembali sejarah ke masyarakat lebih luas dan generasi muda berikutnya.

GOOGS mendapat kesempatan untuk ke Pasar Gede, di kota Bengawan Solo, dan mengunjungi sebuah tempat bekas hiburan malam yang ditinggalkan. Tempat ini sebenarnya tidak ditinggalkan dan justru dijadikan tempat berkumpul Lakulampah. Waktu sudah terlihat sore, Lakulampah sedang mengadakan agenda recruitment anggota baru di komunitas Lakulampah. Fendi Fawzi Afliansyah salah satu founder dan koordinator pun pisah dari anggota lainnya untuk perihal wawancara tentang latar belakang Lakulampah.

Apa yang melatarbelakangi kamu mendirikan komunitas Lakulampah?

Fendi : Boleh dibilang, latar belakang Lakulampah agak sedikit unik. Awalnya saya dan dua orang teman saya yang dua-duanya bukanlah warga Solo asli, tertarik untuk meng-explore lebih dalam sebenarnya nama Solo itu dari mana? Bagaimana sejarahnya? Seperti anak muda Solo pada umumnya, kami sering jalan-jalan ke berbagai lokasi wisata di Solo, tapi kami lebih penasaran dengan sisi sejarah kota Solo.

Fendi : Dulunya, kami menamakan komunitas kecil yang kami buat ini dengan nama Blusukan Solo, tetapi karena suatu alasan politis, kami berubah nama menjadi Lakulampah. Lakulampah sendiri secara harfiah berarti “jalan-jalan”, namun arti secara mendalamnya adalah “jalan menuju sesuatu yang lebih baik”.

Fendi : Secara resmi, kami mendirikan sebuah komunitas jalan-jalan yang kegiatan pertamanya dilaksanakan pada tanggal 22 April 2012. Tapi bukanlah obyek wisata yang kita tuju dalam momen tersebut, melainkan rumah-rumah dan bangunan lawas serta cagar budaya yang tentunya mengandung nilai historis di Kota Solo. Kami percaya, bahwa setiap rumah atau bangunan lawas tersebut punya ceritanya tersendiri, dari situlah kami mulai tertarik untuk mengetahui lebih dalam.

Apa yang menjadi tujuan Lakulampah mengadakan kegiatan jalan-jalan ke rumah-rumah lawas tersebut?

Fendi : Sebenarnya simple, kami ingin menggali lebih dalam kisah mengenai rumah atau bangunan bersejarah tersebut. Teman saya yang juga menjadi perintis di komunitas ini berkata bahwa hal seperti ini dan itu cuma ada di Solo, sayang jika tidak digali lebih dalam. Mungkin saja kita melewati suatu tempat setiap harinya, tetapi kita tidak tahu kisah apa yang ia simpan.

Fendi : Setiap kali kami mengadakan suatu acara trip komunitas, selalu ada kisah menarik yang mengena membuat kami begitu juga para peserta selalu ingin menceritakannya kembali. Tetapi kami bukanlah sekumpulan orang yang tahu sejarah, kami hanya sebatas kepo(ingin tahu) tapi kami tentu punya tujuan baik di balik setiap penjelajahan kami.

Apa yang menjadi agenda rutin dari Lakulampah?

Fendi : Setiap bulannya, kami selalu mengadakan trip jelajah meski hari dan tanggalnya tidak pasti. Sebelum kami mengadakan trip tersebut, Lakulampah melakukan riset kurang lebih 2-3 minggu sebelumnya dengan mengadakan survei ke lokasi.

Fendi : Survei bisa memakan waktu beberapa hari, tergantung pada dinamika masing-masing lokasi. Bahkan ada sebuah lokasi yang kami butuh waktu untuk diproses lebih dari satu minggu untuk merampungkan surveinya. Tetapi dari situ, kami akan memutuskan apakah masih akan tetap memakai lokasi tersebut menjadi destinasi trip atau mengganti opsinya ke  lokasi lain.

Berapa anggota tetap dan partisipan acara trip jelajah di Lakulampah?

Fendi : Anggota inti Lakulampah kurang lebih ada 5-15 orang, biasanya bertahan pada angka itu. Sedangkan untuk partisipan trip jelajah kurang lebih sekitar 20-30 orang.

Karena trip jelajah ini ada yang dipungut biaya trip. Bagaimana dengan profit (keuntungan) yang kalian terima?

Fendi : Pada dasarnya, Lakulampah tidak semata-mata mencari keuntungan, itu bukan tujuan utama kami. Tetapi yang pasti, Lakulampah tidak menyebutnya sebagai biaya trip, melainkan donasi. Dan donasi tersebut selalu kembali pada peserta masing-masing di antaranya adalah untuk biaya transport, makan siang dan donasi ke narasumber di destinasi trip sebagai bentuk apresiasi kami terhadap mereka.

Fendi : Namun apabila donasi yang terkumpulkan tersisa, kami akan rundingkan kembali untuk memakainya sebagai biaya survei bulan depan atau membaginya secara rata sebagai profit anggota.

Ada agenda pertemuan rutin dan basecamp?

Fendi : Kami jarang punya agenda untuk pertemuan rutin, karena kami masih bisa saling berkomunikasi melalui chat group di media sosial. Hanya saja ketika ada hal yang harus dibahas bersama, kami biasa janjian untuk mengadakan pertemuan langsung namun di tempat yang random atau tidak pasti sebab kami tidak punya basecamp.

Beberapa waktu lalu kalian mengadakan acara perpisahan dengan sebuah taman hiburan legendaris di Solo yakni Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari? Boleh diceritakan gimana sih acaranya?

Fendi : THR Sriwedari yang dibangun pada tahun 1983 ini dulunya merupakan tempat hiburan kesayangan warga kota Solo. Tentunya, THR Sriwedari menyimpan banyak sekali kenangan bagi mereka. Karena pada tanggal 4 Desember 2017, THR Sriwedari akan diratakan dengan tanah untuk kemudian diperbaharui menjadi bangunan lain, kami kemudian memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk bernostalgia sekaligus mengucapkan selamat tinggal untuk taman hiburan ini.

Fendi : Alhamdulillah, acara ini mendapat antusiasme yang cukup luar biasa dari masyarakat. Tak kurang dari 160 orang menjadi partisipan dalam acara yang bertajuk “Akhir Cerita Sriwedari” ini. Dimana dalam acara tersebut, mereka benar-benar merasakan nostalgia masa kecil dengan membeli tiket dan bermain di berbagai wahana yang ada di THR Sriwedari.

Fendi : Dalam acara tersebut, kami juga mengundang sejumlah pegawai THR Sriwedari yang telah mengabdi dari mulai awal berdirinya THR hingga saat itu, ketika THR Sriwedari akan diluluhlantakkan. Mereka kami minta untuk menceritakan kisah seputar THR dan pengalaman mereka sendiri saat bekerja disana.

Tujuan kalian mengadakan acara tersebut apa?

Fendi : Pastinya tujuan kami disitu adalah untuk menghidupkan kembali kenangan masa lalu alias nostalgia bagi orang-orang yang pernah singgah dan punya kenangan tersendiri dengan THR Sriwedari. Selain itu, Sriwedari sendiri sebenarnya merupakan sebuah cagar budaya.

Sebenarnya, apa yang menjadi tujuan THR Sriwedari ditutup dan kemudian diratakan dengan tanah?

Fendi : Setahu kami, THR Sriwedari akan diperbaharui menjadi sebuah taman kota (tanpa wahana), lalu ada pembaharuan Gedung Wayang Orang serta pembangunan sebuah panggung teater dan masjid besar.

Kembali ke komunitas Lakulampah, apa yang menjadi persyaratan untuk jadi member Lakulampah?

Fendi : Sebenarnya tidak ada syarat khusus untuk menjadi anggota komunitas Lakulampah, hanya saja kami membatasi usia anggota baru maksimal 23 tahun. Karena kami membutuhkan pemikiran-pemikiran segar dari kawula muda. Syarat lainnya sudah pasti harus punya ketertarikan dengan penjelajahan yang bersifat historis, khususnya untuk lokasi bersejarah di Kota Solo.

Bagaimana hubungan kalian dengan komunitas lain yang serupa di Kota Solo?

Fendi : Kalau untuk komunitas yang sama dengan kami di Solo belum ada, tetapi dengan komunitas yang sama dari kota lain, kami sudah saling berkomunikasi melalui media sosial. Kadang kami juga mengadakan acara saling berkunjung satu sama lain, untuk penjelajahan pastinya.

Lalu, apa yang menjadi cita-cita atau harapan kalian untuk saat ini?

Fendi : Kami punya keinginan agar anak-anak muda yang gemar berfoto di tempat-tempat wisata dengan tujuan diunggah di media sosial agar tidak hanya sebatas pamer saja, tetapi lebih jauhnya kami berharap agar mereka juga mau menelusuri sejarah atau latar belakang tempat yang mereka kunjungi, kemudian mereka tuliskan di caption foto yang mereka unggah untuk menyebarluaskan informasi ke lebih banyak orang.

Apa kegiatan kalian saat ini?

Fendi : Kami saat ini tengah menjalin kerjasama dengan seorang developer aplikasi yang ada di Jakarta untuk mengembangkan sebuah aplikasi travel yang tidak biasa. Saat ini kami belum bisa menyebut namanya, tetapi untuk sedikit bocoran, aplikasi yang kami kembangkan merupakan aplikasi travelling sekaligus ensiklopedia sejarah. Dimana dalam aplikasi tersebut, pengguna tidak hanya mengetahui berbagai akomodasi dan destinasi wisata saat mereka berkunjung ke solo, melainkan juga mengetahui kisah sejarah dan pengetahuan umum mengenai akomodasi atau destinasi mereka tersebut.

Yang terakhir, ada contact person untuk komunitas Lakulampah untuk yang mau bergabung jadi anggota atau berpartisipasi dalam acara trip jelajah?

Fendi : CP sekaligus portofolio Lakulampah bisa langsung dicek di laman Instagram @lakulampah atau jika ada pertanyaan lebih lanjut mengenai Lakulampah bisa juga dengan menghubungi saya langsung via Whatsapp di 081228220326.

Sumber Foto : Dokumentasi Dari Lakulampah


deevicious

Gadis edgy yang sedang belajar literasi. Nomad vagabond, rover wanderer.

Artikel-artikel terkait