Berkarya dalam musik walaupun menghadapi halangan seperti kurangnya jumlah personil, karir, waktu ataupun jarak, tidak memutuskan semangat dan hasrat untuk berhenti begitu saja. Hal ini terbukti oleh Arya Akbara dan Reza Felayati yang masing-masing memproduksi musik, seorang diri, untuk terus menciptakan lagu tanpa harus selalu kompromi dengan hambatan-hambatan tersebut. Menariknya lagi, musik yang mereka bawakan dibawah naungan genre metal, yang dimana lebih banyak dijumpai dalam format band dan senantiasa kompleks. Mereka menunjukan bahwa kredibilitas untuk produksi musik sendiri ternyata bisa dilakukan di aliran metal dalam format one man band, dimana semua produksi musik dilakukan sendiri mencakup semua instrumen.

Arya Akbara sebagai Methiums dan Reza Felayati sebagai Beyond Infinity merupakan dua proyek one man band asal Surabaya yang sama-sama memainkan musik djent metal, sub-aliran fusion dari genre progressive metalBerbekal ketertarikan mereka dengan musik metal sejak lama dan hasrat bermusik yang membara, mereka lantas melampiaskannya pada proyek mereka masing-masing. Padahal keduanya juga sama-sama bermain dalam grup band sungguhan, Arya Akbara dengan band Headcrusher dan Reza Felayati dengan band Morganostic.

Meski sama-sama sibuk, Arya yang berkerja sebagai pegawai negeri sipil, dan Reza yang saat itu masih belajar  sebagai mahasiswa Hubungan Internasional di salah satu universitas negeri ternama di Surabaya—tidak membuat keduanya kehilangan produktivitas mereka. Selain masih aktif produksi lagu dan mini album, Methiums yang terbentuk di tahun 2013 dan Beyond Infinity di akhir tahun 2014 ini sempat dipertemukan dalam sebuah album kompilasi musik subgenre metal, djent metal di Indonesia Djentlemen (2015).

Dan akhirnya mereka berdua berkerjasama diawal tahun 2017 untuk rilis split EP album berisikan 4 lagu. Bisa dibilang, mereka berdua adalah one man band yang berkerjasama untuk rilis split album pertama se-Indonesia khususnya di aliran metal.

Ingin mengenal Methiums dan Beyond Infinity? Penasaran dengan apa itu djent metal? latar belakang lahirnya one man project mereka hingga rencana mereka ke depannya? Simak wawancara GOOGS  sewaktu berjumpa dengan mereka di restoran siap saji di kawasan Basuki Rahmat, Surabaya. 

Bisa diceritakan apa arti dari nama Methiums itu sendiri? Begitu juga asal Methiums bisa terbentuk?

Arya : Awalnya saya punya band namanya Headcrusher, alirannya thrash metal. Sudah cukup lama dan sudah punya mini album juga. Tapi karena tuntutan profesi, kami saling berpencar (pindah ke kota lain—pen), akhirnya band saya vakum dan hanya sesekali saja manggung jika kebetulan lagi saling kumpul. Karena hasrat bermusik masih menggebu-gebu akhirnya saya iseng bikin proyek one man band, ya Methiums ini untuk melampiaskan hasrat bermusik.

Arya : Dulu awal-awalnya, tidak ada rencana pake nama Methiums, tapi Mediums. Cuma karena pas saya browsing-browsing, nama Mediums udah ada yang pakai dan musiknya juga hampir mirip-mirip, akhirnya saya ‘plesetin’ namanya jadi Methiums. Methiums sendiri merupakan singkatan dari nama sebuah obat untuk penyakit hipertensi. Tapi, saya iseng-iseng saja pakai nama itu. Tidak ada filosofi tersendiri, sih.

Apalagi kesibukan dirimu selain bermusik di Methiums?

Arya : Saya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Pangkalan Bun, Kalimantan Timur. Sambil sesekali saja kalau sedang pulang ke Surabaya, suka manggung bareng anak-anak Headcruscher.

Kalo disuruh milih, pilih band lama (Headcrusher) atau Methiums?

Arya : Kayaknya sih lebih pilih Headcrusher karena main (band) sama orang-orang real alias sungguhan lebih asyik dibanding main sendiri. Tapi lain cerita kalo misalnya nanti, Methiums kemasukan personil baru. 

Berarti Methiums mau tambah personil? Tidak jadi one man band lagi dong?

Arya : Planning-nya sih memang demikian. Tapi itu masih lama, setelah saya balik Surabaya lagi mungkin karena kontrak kerja masih beberapa tahun lagi. Belum dapat prediksi kapan mau tambah personel. 

Dari sekian banyak lagu yang udah diciptakan untuk Methiums; Apakah ada lagu yang paling berkesan? Yang paling asyik dimainin?

Playthrough Methiums – Ylaviastu. Video oleh DjentsTV.

Arya : Ylaviastu (single Methiums di akhir tahun 2015)

Apa sih arti dari judul lagu itu (Ylaviastu)?

Arya : Waduh *tertawa* tidak tau sebenarnya saya. Cuma iseng aja, tidak ada arti real-nya. Tapi Februari nanti mau rilis album, Insya Allah nanti (judulnya) ada artinya semua. Saat ini album udah setengah jadi, tinggal mixing sama mastering aja.

Kira-kira apa dan siapa lagu atau musisi favorit yang paling meng-influence Methiums?

Arya : Ya paling Haunted Shores sama Intervals trus Protest The Hero juga. Tapi kalo musisi secara spesifik, gitaris Haunted Shores sekaligus Periphery, Mark Holcomb.

Apa yang bikin Methiums tertarik berkolaborasi dengan Beyond Infinity?

Arya : Karena kita punya selera musik yang sama. Terus, kami juga sering nge-jam bareng. Intinya, kita sama-sama cocok. 

Kalo dari Beyond Infinity sendiri, apa yang bikin tertarik buat kolaborasi sama Methiums?

Reza : Mungkin karena basically background kita sama-sama one man band. Kami punya keinginan untuk menunjukkan meski kita ‘main sendiri’ tanpa ada personil lengkap lainnya, kita bisa bikin lagu yang tidak ada bedanya sama lagu-lagu yang diciptain dan dimainkan secara rame-rame (dalam band).

Kayaknya baru kalian ya one man band yang saling berkolaborasi, sampai bikin album split juga.

Reza : Kalau di scene metal sih iya sepertinya. *tertawa

Arya : *menimpali* Loh, DJ itu kan one man band juga *tertawa*. Banyak, lho, DJ yang kolaborasi.

Untuk Beyond Infinity, ada kesan/pesan tersendiri  waktu kolaborasi bersama Methiums?

Reza : Dengan berkolaborasi sama Methiums dimana saya ngisi solo guitar juga di lagunya Methiums. Saya jadi lebih bisa tahu gimana style bermusik Arya dan selebihnya, ya asyik aja sih.

Ada kesulitan  sewaktu kolaborasi dan mencocokkan style bermusik kalian?

Reza : Meski sama-sama djent, kami sebenarnya berbeda. Basically, Arya sendiri alirannya djent tapi lebih ke arah-arah progressive yang upbeat atau temponya cepat, sedangkan saya sendiri lebih ke ambient-ambient progressive yang downbeat dan konstan. Agak susahnya ya ngepasin transisi beat-nya aja.

Kalau didengar lebih seksama, soundnya Methiums agak-agak ke metalcore, ya?

Arya : Ya, sebenernya emang demikian. Karena dulu awal-awal saya mengenal musik metal ya dari band-band metalcore kayak Killswitch Engage, All That Remains dan lain-lain. 

Kenapa justru pilih genre djent?

Beyond Infinity – Kardashev Scale Type I : Dyson Sphere. Video oleh Beyond Infinity.

Reza : Kalo saya awalnya kurang begitu mudeng apa itu djent. Saya pikir hanya sekedar tren musik saja; akhirnya saya browsing-browsing di internet dan mulai dengerin. Ternyata enak juga dengerinnya. Ditambah lagi penasaran sama Periphery yang merupakan proyek one man band gitaris Misha Mansoor.

Reza : Dari situlah saya mulai nyoba-nyoba belajar buat  bikin aransemen dengan aliran djent metal dan enjoy sampai sekarang.

Arya : Awalnya saya juga dari Periphery dan Haunted Shores. Tapi saya tidak tau aliran yang mereka mainkan itu apa. Saya tertarik sama sound-nya. Sound-nya lebih tidal (pasang-surut). Terus saya iseng-iseng nyoba dan akhirnya ketagihan main djent sampai sekarang.

Reza : *menimpali* Iya, sound (djent) emang kedengeran unik.

Arya : Pengen main di metalcore tapi kayaknya metalcore kurang seru kalau tidak ada vokalisnya.

Seberapa banyak kalian tahu soal djent?

Reza : Seberapa banyak, ya… Mmmhh.. ya mungkin sebanyak artikel yang kita baca-baca aja sih, ya. Mungkin karena sekarang djent lagi ngetrend juga kali sebagai salah satu subgenre progressive metal. Awalnya mungkin banyak orang yang mengetahui prog-metal itu kayak Dream Theater, Symphony X, yang mana mereka sering pake chord-chord ganjil. Sedangkan genre djent sendiri sound-nya agak ke arah-arah metalcore. Distorsinya lebih tide, atmosfernya lebih ke arah ambient-ambient dengan clean chord yang beda.

Reza : Selain itu, lagu-lagu djent metal tidak seperti lagu prog-metal kebanyakan yang berdurasi panjang, antara 7-10 menit, bahkan lebih. Kalo kayak Periphery, paling-paling hanya  4 menit dengan sound yang agak ke-metalcore-an, pendek tapi konstan.

Trus, kenapa sih kalian pilih jadi one man band? Enak dan tidak enak-nya apa?

Arya : Kalo (jadi) one man band paling kesulitannya pas mau produce (single, album, EP, dll) dimana mau tidak mau harus pakai all costs kita yang tanggung sendiri. Selain itu, kadang susah juga mau nyari masukan ide lain kecuali yang dari diri sendiri. Tapi enaknya, kalau bikin lagu semua pure dari ide kita sendiri jadi bisa lebih cepet (produksinya) dan tidak harus beda-beda suara/ide kayak pas ngeband bareng orang lain.

Trus kalo Reza sendiri, kenapa main djent metal secara solo? Padahal kan Morganostic sendiri juga alirannya udah djent metal?

Reza : Awalnya dan basically, saya bukan pemain band tapi lebih ke solo-guitarist. Iseng-iseng bikin Beyond Infinity, produce lagu trus saya upload di Youtube dan platform digital lain. Gabung sama Morganostic karena dulu diajak sama gitarisnya yang memang saat itu mau cabut. Karena merasa ada kesamaan genre yang kita mainin, akhirnya saya mau gabung.

Reza : Kalau plus-minusnya one man band itu pertama kita tidak punya temen diskusi. Saya sendiri mau bikin album buat Beyond Infinity, baru dapat 6 (materi) lagu, terus malah ‘stuck’ akhirnya saya tinggal buat bikin proyek baru yang beraliran math-rock. Sambil jalan nyari materi baru buat Beyond Infinity. Trus kalau manggung, suka ngerasa awkward aja karena sendirian *tertawa*. Istilahnya kalo live (manggung) ya temennya cuma gitar sama laptop aja. Tapi dengan main solo kayak gini, kelebihannya jadi lebih bisa ngeluarin idealisme dalam bermusik.

One man band/gitaris favorit kalian siapa?

Arya : Intervals, Sithu Aye (Periphery), Drewsif Stallin.

Reza : Plini dari Australia sama Pomegranate Tiger (Kanada).

Rencana Methiums dan Beyond Infinity ke depannya apa? Ada rencana mau manggung atau mungkin kolaborasi bikin split album lagi?

Arya : Ya paling kalau ke Surabaya dan mau live manggung, saya mau minta Reza buat nemenin aja. Tapi kalau split album, belum kepikiran sih.

Reza : Arya sendiri sering jadi additional player di band saya, Morganostic. Jadi saling bantu aja. 

Pilih punya karir yang sukses apa band yang sukses?

(Keduanya saling pandang lalu tertawa)

Arya : Untuk sementara ini kayaknya lebih (berat) ke karir dulu. Kan kalo karir sukses bisa buat beli alat-alat band yang lebih bagus. *tertawa*

Reza : Hampir sama sih. Lagian punya one man band begini tidak susah-susah banget. Selama ada waktu senggang minimal sejam-lah, kita bisa produce lagu, trus kita blow up di platform digital kayak Spotify, Soundcloud, Youtube, dll jadi kan kita masih bisa dapet pemasukan dari penjualan digital tersebut. Intinya kalo mau ngeband itu tidak melulu harus live manggung atau bikin tour gitu.

Rencana berhenti main band?

Reza : Kalau ngeband sih bisa berhenti kapan saja, tapi kalau bermusik sepertinya bakalan lama. Selama (umur) masih produktif ya terus main musik dan bikin lagu aja.

Kalian pengen banget kolaborasi sama siapa?

Arya : Intervals (Aaron Marshall) sama Mark Holcomb (Periphery) sama Rich Chigga *tertawa* kayaknya asyik aja anaknya.

Reza : *menimpali* Loh one man band lho itu.. One man band juga.. *tertawa*

Pertanyaan terakhir nih, harapan kalian terhadap skena musik di Surabaya?

Arya : Harapannya agar genre musik di scene musik Surabaya lebih bervariasi. Tujuannya buat mengatasi rasa jenuh aja. Jadi bisa dengerin lebih banyak aliran.

Reza : Kurang lebih sama sih.. Harapannya agar band-band di Surabaya lebih mau explore (aliran dan genre) jadi tidak cuma itu-itu aja. Karena saat ini yang paling banter kan metal sama hardcore, tapi ke depannya pengen agar band-band di Surabaya tidak asal ikut trend (musik) di lokal aja. Tapi coba lebih explore ke trend luar misal di Amerika gitu.. Jadi scene musik Surabaya bisa lebih terekspos di skena luar juga.

Reza : Terlebih lagi sekarang kan banyak banget platform-platform digital kayak Youtube, Spotify, sayang aja kalau tidak dimanfaatkan dengan baik buat memperkenalkan (musik yang dibawa) ke ranah skena musik luar.

Kontak Methiums

Methiums

Kontak Beyond Infinity

Beyond Infinity

Foto oleh : Baryeri Enggarnadi


deevicious

Gadis edgy yang sedang belajar literasi. Nomad vagabond, rover wanderer.

Artikel-artikel terkait