
Belum mengenal Janitra Satriani? Ia adalah singer song writer asal Jakarta yang sudah rilis 3 album EP dalam format digital yaitu Havnt, Farewell, dan Millenials dalam kurung waktu 2 tahun semenjak tahun 2016. Ia juga aktif dari dulu hingga sekarang membuat cover lagu dari musisi lain seperti John Mayer, 1975, Bring Me The Horizon dan lain-lainnya melalui kanal Youtube-nya.
Sebagai soloist ternyata apa yang dikaryakan semua dilakukan oleh dirinya sendiri dari tahap awal hingga mastering. Lagu yang kerap kita anggap folk dan acoustic saja dari penyanyi dan penulis lagu pada umumnya justru berbanding terbalik dari Janitra Satriani, hampir semua hasil karyanya berupa format full band.
Salah satu single lepas yang tidak termasuk di ketiga album EP Janitra Satriani. Circa : 2017
Janitra Satriani yang pernah featuring lagu dengan band .feast asal Jakarta ini share tentang bagaimana ia mulai bermusik hingga proses kreatifitas, korelasi pendidikan kuliah arsitek dengan proses membuat musik hingga moment penting dalam hidupnya yang membuat dirinya jadi ingin terus bermusik. Berjumpa dengannya di bilangan Kemang Jakarta Selatan, tepatnya 3k Coffeeshop; Yuk simak perbincangan GOOGS dengan Janitra Satriani.
Gimana awalnya kamu tertarik akan dunia musik?
Saya tumbuh dari keluarga yang suka musik, walau tidak ada yang jadi musisi. Fakta bahwa nama saya ada Satriani-nya juga karena ada anggota keluarga yang menikmati musik Joe Satriani. Dan semenjak masuk SMP melihat kakak-kakak kelas main musik, saya jadi tertarik untuk nge-band, dan mulai belajar gitar.
Apa ada band atau lagu yang membuat kamu semakin tertarik untuk belajar musik?
Dulu di rumah, bokap sering muter VCR live concert Michael Jackson, Dewa, dan lain-lain. Dari sana, saya tertarik dengan musik. Dan setelah dengerin band-band sejenis Blink 182, saya jadi tertarik untuk main gitar. Blink 182 dan Green Day bisa dibilang merupakan token saya dalam bermusik. Waktu SMP saya bahkan beli DVD “Bullet in a Bible”-nya Green Day untuk saya tonton dan pelajari.
Mulai nge-band sejak kapan?
Waktu mulai tertarik belajar gitar, saya langsung mulai bikin band bareng sama temen-temen SMP. Jadi selain belajar gitar di rumah, saya bawa gitar ke sekolah untuk nge-band sambil belajar bareng teman-teman di studio. Saya juga pernah les gitar dan berhenti dalam sebulan karena saya ngerasa passion saya bukan di shredding, tapi lebih ke arrangement/main lagu.
Band yang dibentuk di awal SMP itu berjalan sampai berapa lama?
Band rock emo yang saya dan teman-teman bikin itu cuma bertahan setahun. Kelas dua SMP saya diajak kakak kelas untuk main band lebih serius. Namanya Matilampu. Mereka tertarik karena pernah ngeliat saya tampil saat acara pentas seni sekolah. Setelah itu, saya nge-band bareng mereka cukup lama.
Di samping nge-band sama mereka, saya juga mulai nge-cover lagu dan tertarik dengan home recording.
Kenapa saat ini memilih genre pop?
Dari dulu saya memang suka musik pop. Sebagai generasi langgas, saat umur saya masih belasan tahun, musisi-musisi pop yang saya lihat di TV karyanya memang bagus dan sangat kredibel. Pada saat itu musik di TV menayangkan band seperti Peterpan, Dewa, Padi dan lain-lainnya. Mereka nge-band dari nol dan kalau di tes mereka memang jago dalam musikalitas. Jaman itu menjadi acuan saya dalam berkarya saat ini. Direksi rekaman saya pun menuju kesana.
Apa yang membuat kamu tertarik dengan home recording?
Waktu itu saya beli bukunya Sindentosca yang membahas tentang home recording. Dari situ saya belajar cara merekam cover lagu, belajar tentang feeling dalam bermain gitar, dan belajar cara menulis lagu sendiri.
Apa pandangan Janitra tentang proses menulis lagu?
Bagi saya, menulis lagu udah kayak curhat, dan saya menikmati prosesnya. Bukan karena memaksa diri untuk produktif, tapi memang karena banyak hal yang pingin saya sampaikan. Menurut saya, lagu-lagu saya sama halnya dengan foto. Apa yang saya tangkap dalam sebuah momen, saya tuangkan dalam wadah lagu. Sampai kapanpun, lagu-lagu itu pasti akan terus saya dengerin lagi untuk mengenang momen yang pernah terjadi.
Selama ini belajar produce musik dari mana?
Kebanyakan dari YouTube, dan pengalaman bermain musik setiap hari.
Bagaimana proses Janitra dalam memutuskan untuk mulai menulis lagu sendiri?
Dari cover-cover lagu yang di-upload ke YouTube, saya merasa kurang puas kalo diapresiasi atas nama karya orang lain. Saya pingin berkarya dan diapresiasi atas karya saya sendiri. Di kelas 2 SMA, saya sempet ngerilis EP berjudul “Under Your Bed” yang saya share di Twitter. Di akhir masa SMA, anggota band saya yang lainnya udah makin sibuk dengan kegiatan masing-masing, apalagi mereka lebih tua lima tahun dari saya. Setelahnya, sambil kuliah di jurusan teknik arsitektur Universitas Parahyangan, saya fokus untuk merintis solo career.
Gimana proses kamu dalam membuat ketiga Album EP Havnt, Farewell dan Millenials?
Awalnya saya ngeluarin EP Havnt dan Farewell berlangsungan di iTunes sebagai stepping stones saya dalam solo career. Hampir semua lagu di dalamnya saya tulis waktu masih ngeband, kecuali yang berjudul “Farewell”. Lagu itu saya tulis saat udah kepikiran untuk jadi soloist, makanya diberi nama demikian. Setelahnya, saya merilis single Dream Cinema dan EP Millenials sebagai statement resmi bahwa saya adalah seorang solo artist.
Apa konsep utama dari EP Millenials?
Saya suka membuat lagu yang bersifat deskriptif dengan kutipan conversation. Di EP Millenials, saya mencoba untuk menceritakan tentang pengalaman yang benar-benar terjadi di hidup saya. Tiga lagu di EP Millenials saya tulis setelah lulus kuliah dan berteman dengan banyak orang yang seumuran. Saya mau saat melihat kembali karya sewaktu itu, ketiga lagu itu mengingatkan saya tentang kehidupan yang sedang saya alami sebagai generasi millennials pada saat ini.
Sebagai seorang lulusan teknik Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan; Apakah hal tersebut mempengaruhi kamu dalam bermusik?
Menurut saya, ilmu yang saya dapat dari arsitektur sangat bisa diaplikasikan ke dalam musik. Setiap garis yang ditarik di teknik arsitektur ada maknanya, dan di musik pun demikian. Kalo dulu saya bikin lagu yang sekedar enak didengar, saya sekarang jadi mengerti kalau apapun yang kamu tulis, gambar, dan bunyikan sebenernya punya arti masing-masing. Proses kreatif musik dan arsitektur punya banyak banget kesamaan, sehingga untuk tugas akhir kuliah, saya merancang bangunan untuk sekolah musik audio engineering.
Kenapa tidak kuliah di bidang musik?
Saya terbiasa belajar musik secara mandiri. Dan kalo menurut saya, belajar musik tidak harus lewat jalur pendidikan formal. Dan menurut perjalanan musik dari jaman dulu hingga sekarang, memang banyak yang terkenal tanpa harus bermusik melalui jalur pendidikan. Beda dengan arsitektur yang mengharuskan untuk mendapatkan sertifikat.
Kira-kira di masa yang akan datang, Janitra akan lebih memfokuskan karir di bidang arsitektur atau musik?
Tidak ada yang tahu pasti, sih. Menurut saya, zaman sekarang keduanya bisa dipilih sebagai karir, malah mungkin bisa lebih dari sekedar dua bidang tersebut. Siapa tahu nanti saya berkarir di bidang lain, misalnya jadi aktor gitu?…nggak lah.
Ada kendala yang dialami saat memproduksi musik?
Mungkin kendala dalam membagi waktu untuk kerjaan dan musik. Keduanya sama-sama butuh investasi emosi, karena keduanya adalah ‘bayi-bayi’ saya.
Walau berkarya sebagai soloist, tapi lagu-lagu Janitra kedengaran seperti karya full band. Bagaimana proses kreatifnya?
Tiap lagu prosesnya beda. Ada yang dimulai dari chord, beat, dan lain-lain. Bisa juga bermula dari saya lagi duduk di satu café, denger lagu enak, kemudian waktu sampe rumah saya cari aspek yang saya suka di lagu itu untuk dikembangkan dan akhirnya saya rekam.
Kalau kata Gabe Bondoc, ada needs dan wants dalam proses membuat lagu. Needs itu moment di mana kamu kepikiran terus lagu itu, dan harus selesain pembuatan lagu itu. Sedangkan wants, misalnya kamu lagi tidak ngapa-ngapain, dan tiba-tiba pingin membuat sebuah lagu dari nol.
Kurang lebih keduanya saya alami secara bergantian, dan inspirasinya bisa dari mana saja. Selain itu, menurut pengalaman pribadi saya, tidak semua lagu yang dibuat bakalan langsung selesai saat itu juga. Proses tiap lagu memang beda-beda. Bahkan mungkin lagu yang udah jadi pun akan terus berkembang saat dibawain secara live.
Berhubung musik kamu seperti karya full band. Disaat manggung apakah kamu akan tampil sendiri atau didampingi dengan additional players?
Saat live saya minta bantuan teman-teman saya dari band ‘The Boris Suit’.
Ada kemungkinan untuk merilis karya secara rutin setiap tahun?
Pasti, dan kemungkinan tidak akan terus-terusan dalam format EP. Semua EP yang saya buat sekarang sebenarnya nge-lead ke sebuah album besar, dan akan dirilis suatu saat nanti. Saya juga punya goal untuk bikin music video saat karya saya udah bener-bener mateng, dan memuaskan.
Bagaimana respon karya-karya yang Janitra rilis selama ini?
So far banyak yang suka. Saya tidak menyangka karya bisa diterima sebegitunya— berhubung posisi musik saya ada diantara berbagai genre, dan karya saya kedengeran kayak musik band padahal nggak punya band. Selama ada yang suka dengan karya saya, saya bersyukur.
Ada feedback yang bikin Janitra jadi makin semangat dalam bermusik?
Ada satu follower saya dari masa SMP dulu, namanya Jarot. Dia baru lulus dari akademi polisi dan bikin video kelulusan pake lagu Farewell. Saya ngeliatnya literally tersanjung dan merinding, karena itu artinya lagu saya jadi bagian dari hidup dia. Rasanya bersyukur waktu ada orang lain yang mengkorelasikan lagu saya dengan kehidupan mereka.
Apa goal besar Janitra di masa depan nanti?
Kalau di masa depan nanti saya berhasil jadi seorang musisi, saya pengen membuktikan kalau dalam karir bermusik, seseorang bisa merintis dari jalur independen dan digital selama serius dan konsisten berkarya. Saya bisa memberi contoh apabila sukses nanti kalau dalam bermusik tanpa harus terlalu menunggu keadaan ataupun situasi begitu juga koneksi. Jadi tidak harus ribet seperti menunggu label dan lain-lainnya.
Saran Janitra untuk berkarir dalam bidang musik?
Terus produktif, dan jangan banyak alasan. Jaman sekarang udah banyak media untuk mengembangkan karya dalam bermusik, sehingga kamu akan susah menemukan alasan untuk tidak berkarya. Kalau misalnya kamu tidak berhasil, mungkin itu artinya kamu malas, atau produk yang kamu suguhkan kurang bagus.