
Walau masih dalam tahap akhir menyelesaikan kuliahnya di Desain Komunikasi Visual di Universitas Bunda Mulia, Wilhemus Willy Suciadi sudah menuai hasil dengan terus produktif. Sebut saja partisipasinya, dalam jangka dua dan tiga tahun, dipercaya membuat desain buku-buku katalog pameran seni, mendesain majalah kampus, mengadakan workshop dan berpartisipasi dalam dua pameran kolektif konsep fotografi. Wilhemus Willy Suciadi pun akhir-akhir ini dapat kesempatan sebagai pemenang Kreavi Challenge Persona VA untuk mendesain cover album terbaru penyanyi Vidi Aldiano berjudul “Persona”. Yuk simak perbincangan GOOGS bersama Wilhemus Willy Suciadi.
Rata-rata hasil desain kamu minimalis seperti di beberapa buku katalog pameran ‘LUCID’, ‘BLIXT PROJECT’, dan ‘MIXED FEELINGS 00’. Apakah karena tuntutan Industri?
Saya suka tipe desain yang minimalis, fokus, jelas dan geometris. Desain seperti yang saya minati sebenarnya bukan cuma sekedar tuntutan industri, tetapi tuntutan terhadap saya pribadi yang didapat dari eksplorasi dan pembelajaran selama ini.
Sewaktu SMP, kalau ada presentasi seperti tugas kliping, saya sering menggabungkan banyak elemen dan terkesan terlalu berlebihan. Seiring waktu, setelah membaca referensi, ikut-ikut seminar dan begitu juga kuliah desain; Sebenarnya desain tidak harus menggunakan sebanyak-banyaknya warna, font dan dekorasi untuk mempercantik.
Dalam belajar desain, saya mendapat ilham desain yang baik yaitu pesannya tersampaikan dengan benar dan mudah dicerna ke khalayak umum. Desain tidak harus rumit, justru lebih baik dipermudah atau simplified. Seperti waktu saya membuat buku katalog untuk pameran; Saya menempatkan diri supaya desain saya harus fungsional, tidak cuma sekedar hiasan.
Kamu selain desain, sempat mendalami fotografi dan pameran kolektif di That’s Life Coffee berjudul “LUCID” bersama Kevin Leovir, Dioarif dan Mutiara Suryadini, dua tahun yang lalu. Apakah kamu implementasi juga, pendekatan desain kamu ke fotografi?
Untuk pemilihan warna lebih berperan, begitu juga dari segi bentuk. Perbedaannya fotografi saya lebih bercerita.
Cerita seperti apa yang kamu tuangkan di hasil fotografi kamu?
Lebih ke cerita personal saya seperti masa lalu dan begitu juga tentang perjalanan hidup. Seperti ada foto saya berjudul ‘Trap’ melambangkan saya terjebak dalam memilih fotografi, desain dan diri sendiri. Hal tersebut menimbulkan kebingungan dan saling tarik-menarik, baik itu antar sosial ataupun konflik batin.
Bagaimana cara kamu membuat karya di “Trap” ini?
Secara teknis, saya menggunakan 3 impraboard, sejenis papan berbahan plastik. Apabila diperhatikan foto saya merupakan hasil manipulasi melalui photoshop. Saya menciptakan ilustrasi seakan-akan diri saya terjebak dalam sebuah ruang.
Kamu sempat membahas tentang masa lalu. Apa yang kamu simpulkan dari masa lalu tersebut dengan peran kamu sekarang di desain?
Masa lalu saya lebih memberi impact ke diri sendiri terutama menjadi kekuatan. Belajar dari masa lalu baik itu buruk, bisa menjadi kekuatan yang positif. Apabila tidak terjadi mungkin desain dan jenjang karir saya tidak berkembang seperti sekarang.
Apakah masa lalu tersebut membuat desain kamu menjadi minimalis?
Kalau saya pribadi, masa lalu lebih banyak berpengaruh untuk effort mencapai karir dibanding proses berkarya.
Apakah kamu memiliki panutan-panutan untuk desain dan fotografi?
Saya mengagumi dan terinspirasi oleh Stefan Sagmeister, desainer asal Austria yang menetap di New York, Amerika. Beliau gemar bereksperimen dengan fotografi dan tipografi. Jujur dia adalah salah satu tokoh yang saya ingin lampaui. Untuk rana lokal, saya ngefans dengan Yasser Rizky. Karya eksperimental beliau menginspirasi saya untuk bereksperimen dalam berkarya.
Apakah kamu suka bertanya atau ditanya?
Saya lebih suka bertanya karena ingin tau lebih banyak. terutama sekarang dan dalam memperluas wawasan saya. Karena kedepan saya ingin berkolaborasi dengan orang-orang yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda agar dapat menghasilkan karya yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Bagaimana perkembangan desain grafis kalau menurut kamu di Indonesia?
Desain grafis di Indonesia sangat high-demand dan berkembang pesat. Acara tentang desain sudah semakin banyak dan dinikmati oleh khalayak umum, jelas tidak seperti waktu lalu. Seperti saya yang masih kuliah, jumlah mahasiswa yang mendalami dan lulus desain bisa dibilang overload dibandingkan industri dan kebutuhan sebenarnya. Jumlah lapangan kerja seperti agency dan lain-lain, sudah tidak sebanding.
Kira-kira kamu mau eksplorasi apa lagi selain desain atau fotografi?
Saya ingin lebih bereksperimen dengan kedua hal tersebut.